Kamis, 29 November 2012

Jagoan di Pilem

udah beberapa kali kepikiran ttg hal ini, dan akhirnya diputuskan buat nanya/ ngajak diskusi ke bapak dosen; permasalahannya adalah soal tokoh utama di film2 luar negeri. kenapa dalam film2 luar, jalan ceritanya hampir selalu sama; yang akhirnya menjadi jagoan adalah yang dulunya adalah pecundang? contoh: Rango, Naruto, Horton Hears a Who, 10.000 BC, Pirates of The Carribean, lainnya. kalo yang kepikiran sama saya: 1- apakah memang ini mencerminkan budaya mereka yang membuat pecundang menjadi jagoan 2- ataukah sebaliknya memang berjiwa pekerja keras (dengan sifat keras kepala) untuk mencapai tujuan yang diinginkan 3- ataukah karena faktor lain? seperti tipikal sutradaranya dsb. nomer 1 maksudnya adalah, budaya dan lingkungan orang sana cenderung mendorong orang2 yg dianggap pecundang malah berubah/ berusaha jadi jagoan, walau kadang awalnya terdengar konyol dan mendapat banyak cibiran, -dan berlanjut ke nomer 2 juga- tapi ujung2nya mereka bisa jadi jagoan karena mereka memang berjiwa pekerja keras walau ketika berusaha untuk mencapainya dengan tingkah laku yang aneh dan kadang juga mereka keras kepala, tidak mau mengikuti nasihat atau pakem yang ada. kalo nomer 3 memang faktor yang tidak terlalu berkaitan dengan budaya yg diusung di filmnya. tapi lebih kepada personal si sutradara ataupun penulis sekenarionya. tapi kalo dipikir2, aneh juga ya? kok bisa sama gitu idenya buat bikin alur cerita yang-tadinya-pecundang-akhirnya-bisa-jadi-jagoan? hihihi.. bingung? saya juga ;p apa emang pemikirannya sama ataukah pada 'niru2' gitu. karena liat alur cerita orang laen trus filmnya bisa laris, akhirnya ikutan bikin alur yang sama tapi beda orang. eh, iya, soal diskusinya, besoknya, dijawab langsung sama pak dosen :) Taufik Sutanto 8:00am Nov 28
Menurut saya, karena film [hiburan secara umum] bagi negara maju adalah media mereka untuk membentuk budaya masyarakatnya. ini yang kurang disadari oleh masyarakat kita sendiri, setidak-tidaknya mulai luntur di masyarakat kita. Jaman dahulu kita pernah dengar wali sanga mendidik masyarakat lewat wayang, atau nenek moyang kita lewat dongeng, dsb. Hiburan adalah media paling tepat untuk membentuk karakter, bukan sekolah [pendapat saya]. Karakter berada di otak kanan, bukan kiri. Orang cenderung mempersiapkan otak kiri untuk diasah ketika berangkat sekolah, dan sebaliknya mencoba menonaktifkan otak kiri & mengoptimalkan otak kanan ketika menghibur diri. Wallahualam bishawab
hmm.. jawabannya keren juga ya? *pengen dilanjutin diskusi tapi mau lanjut kerjaan dulu. so, see you next time. I'll try to update it as soon as possible :) NB: gambar Rango diatas dapet dari gugling :D
[update!] akhirnya diskusi tentang hal ini berlanjut, saya kembali mengajak pak dosen untuk membicarakannya. berikut yang saya tanyakan
salam. pak maaf ganggu lagi, kalo boleh lanjutin diskusi tentang "from zero to hero" sebelumnya. karena saya masih ada yang ingin ditanyakan. 
saya setuju tentang strategi para sutradara juga para wali untuk mengajarkan/ mendidik masyarakat dengan cerita, karena memang dari yang saya baca, salah satu cara yang cukup efektif adalah mendidik lewat cerita. tapi yg masih mengganjal adalah pertanyaan sebelumnya, jika memang ini adalah budaya mereka (para sutradara di hollywood) berarti dulu ketika mereka kecil juga didikannya seperti itu(?) dan bisa ditarik kesimpulan bahwa budaya dan tabiat orang barat sana adalah cenderung peralihan dari dulunya pecundang menjadi pahlawan. benarkah begitu? 
selanjutnya, kalo memang itu budaya barat, kenapa manga2 di jepang juga menirukan strategi-alur cerita yang sama? apakah mereka memang sudah tertular budaya barat tadi?
oiya pak, sebenarnya tema yg ingin saya diskusikan gak cuma itu. ada lagi, dan ini menyangkut angkatan 2010. sepertinya salah strategi mereka. ringkasannya sudah saya tuliskan disini. 
http://wp.me/p1ymKM-5c
maaf jika mengganggu aktivitas bapak, tapi sebelumnya terimakasih atas perhatian dan jawabannya.
 dan jawaban beliau:
Jadi ada dua tema PMnya ya ? ....
[1]. Budaya Jepang mmg skrg tertular budaya Barat, saya fikir kebalikannya jg benar. Barat tertular budaya Jepang. Atau lebih tepatnya karena teknologi informasi Budaya di seluruh dunia mulai membaur/menyatu/saling mempengaruhi. Budaya cerita sebenarnya adalah budaya semua tempat. Dari jaman nabi, bahkan manusia gua. Manusia cenderung suka akan cerita. Manusia suka akan sesuatu diluar yg ia lihat dan rasakan. Mengarungi sesuatu yg baru. Ibaratnya kalau ada masakan jenis baru di meja makan dan makanan yg biasa dimakan sehari-hari, tentulah kebanyakan org akan ingin mencoba yg baru.
[2]. Prihatin dgn anak 2010. Sayangnya ga banyak jg yg diskusi sebelum memutuskan sesuatu yg mungkin akan berdampak ckp besar bg masa depan mrk. Tapi ... mrk jg ga salah-salah amat ... sebenarnya jalan/keputusan apapun yg mrk ambil, asal dijalani dengan kaffah, insya Allah akan ada hikmah tersendiri. Wallahua'lam bishawab.

Senin, 26 November 2012

Kesempatan Bertemu

suka kesel juga kalo pas kongres atau muswil pada gak nyadar kalo itu momen penting. momen penting karena emang itu adalah konstitusi tertinggi dari organisasinya. dan juga karena (pasti) banyak yang dateng dan berniat sungguh2 buat hadir. nyesel karena: 1) kadang2 malah lebih milih maen2 daripada fokus pada pembahasan penting 2) banyak peserta yang didelegasikan kurang mumpuni untuk momen ini. 3) terlalu terlena dengan banyaknya teman dan tidak melihat banyaknya kesempatan. tentang nomer satu, seringkali memang fokus peserta kurang karena merasa sedang di daerah lain (yang mungkin belum pernah dia kunjungi), sehingga terlalu terlena akan hal itu. nomer 3 juga sebenarnya hampir sama, karena peserta yang hadir dari macem2 kampus dan daerah, malah lebih banyak bercengkrama dan fokus akhirnya hilang juga. gak inget tujuan awal dateng kesitu. dan untuk nomer 2, ini masalah klasik tapi bener2 bikin saya terusik. mungkin benar yang diutus buat ikut acara kongres/ muswil itu yang masih baru dan segar. tapi mbok yo dipersiapkan dulu sebelum berangkat. pas mau dateng, delegasi yang akan diutus perlu dipilih siapa yang mumpuni, tidak hanya asal comot ataupun karena faktor2 tertentu. kongres/ muswil itu konstitusi tertinggi, jadi bukan buat maen2 dan plesir doang. kalo yang dateng kurang layak dan gak siap, sayang2 biaya yang dikeluarin. sayang2 juga keputusan yang diambil terkait semuanya. makanya, ini jadi evaluasi juga. untuk acara sekelas kongres/ muswil, persiapan gak cuma dari panitia aja buat nyiapin acara. tapi juga dari peserta/ delegasi. mereka perlu tau dulu apa yang akan dilakukan, dan apa yang diperlukan/ dipelajari sebelum mereka 'terjun' ikut acara ini. biar acara lebih berbobot, peserta berbobot, keputusan juga lebih bagus. sehingga ke depannya hasil keputusan bisa dijalankan dengan sebaik2nya. udah ah, misuh2 mulu. ;p

Kamis, 22 November 2012

solusi indomi "1 kurang, 2 kebanyakan"

haha... salah satu solusi cerdas berbau ngenes untuk kasus bikin mie instan yg "1 kurang, 2 kebanyakan" :))
ini link twitnya

Saran dari Pak Dosen 1

Saran yang muncul dari komentar ttg pengalaman melihat attitude yg kurang baik dari seseorang karena membuang sampah sembarangan tapi tidak mau dinasihati:
wahai para wanita nikahilah pria dgn atitude yg baik, bgt engkau melihat pertanda mrk tdk memiliki atitude yg baik, maka menjauhlah, karena darinya kemungkinan besar akan terlahir generasi yg buruk yg akan membawa petaka bagi negeri ini.

Selasa, 20 November 2012

Mahasiswa Bertanya

dari kemaren kebaca terus yang namanya kertas tulisannya: "MAHASISWA BERTANYA" di papan informasi depan prodi biologi. saya pikir ini ide yang cukup bagus buat menyuarakan aspirasi mahasiswa. lagipula kayaknya jarang2 ada mahasiswa yang berani ngomong terang2an lewat media kaya gitu atau lainnya. oiya, pertanyaannya adalah:
Apa fungsi NICT untuk mahasiswa FST (Fakultas Sains dan Teknologi)?
Sudah dialokasikan kemana sajakah Dana Kemahasiswaan?
cukup 'menohok' juga bagi pihak fakultas dapet 2 pertanyaan itu, terutama pertanyaan yang kedua yang memang 'sensitif' karena nyinggung2 soal uang :D. dan yang lebih hebat lagi, ada jawabannya loh. hehe.. keren juga. dan dugaan saya sih, yang jawab itu pihak fakultas ataupun dosen. karena dari tulisan tangannya itu (iya, dijawabnya pake tulisan tangan) lebih menunjukkan kalo yang nulis itu orang tua atau gaya2nya gaya tulisan orang yg sudah seumuran dosen gitu lah xD. pengennya sih itu kertas dipoto, jadi biar bisa keliatan buktinya, tapi blom sempet euy. mungkin lain kali ya.. hehe.. yang jelas, ini merupakan langkah yang bagus buat para mahasiswa. jadi mahasiswa jangan cuma nerima aja apa yang dikasih, kritis lebih bagus. karena bisa jadi ada hak yang gak diberikan. ngomong2 soal aspirasi, sekarang sih di FST udah ada kotak saran + kertas isiannya. di semua ruangan di fakultas sudah ditaruh yang gunanya buat semua orang yang mendapatkan layanan di ruangan itu ngasih pendapat kalo2 ada masukan atau kritikan tentang pelayanannya. sejauh ini sih saya belum banyak melihat kertas usulan yang udah ditulis dan dimasukkan ke kotak sarannya. gak tau kenapa, apa emang orangnya males nulis masukan/ kritikan/ keluhannya atau emang gak ada keluhan. padahal udah bagus loh pihak fakultas nyediain kotak saran gitu, jadi kan bisa ada masukan tentang kinerja pegawai2/ dosen2. kalo emang ada masukan atau keluhan, ditulis aja biar ada masukan buat mereka. dan sudah sepatutnya pihak yang mendapat masukan menanggapinya dengan baik. pastinya semua itu kembali kepada tujuan awal, biar semua bisa melakukan kewajiban dan mendapatkan haknya yang sesuai. eh, ada tambahan pertanyaan dari saya, itu kotak dan kertas saran sering diambil dan dikumpulin buat dianalisa gak ya? :D