bisakah rindu tak dianggap semu, berkabut semua yang kelabu.. bisakah ia menjadi tamu yang tak segan tapi malu-malu
_
biarkan ia untuk berpijar, serupa akar yang tak berpagar, bertatahkan harapan seluas angkasa luar
_
kenapa rindu hanya merundung hati, bisakah meradang di belikat atau ujung jari? menggema di seluruh jasmani
_
bila batu dapat melafal, mungkinkah rindunya bisa menggumpal, serasa hari yang riuh berjejal, mengejar senja yang tiada kekal
_
antarlah udara untuk menjejak, beranjak, sejenak, menjumput rindu yang terserak, agar tak banyak terinjak
_
sejak kapan rindu tak berobat, mungkin hanya sekelebat, sejajar kilatan fajar dalam pagi yang terbebat. kekar bagai akar melibat
_
bisa-bisanya semua tertampar asmara, membuncah sejengkal bisik suara, merindu melagu menginjak pusara, meracau menantang kilau mutiara
_
padahal hijau dedaunan, tak menyangkal perintah Tuhan, memuji, merajuk, mengharap ampunan, tiada harap akan siksaan
_
maaf jika karena rinduku engkau tersinggung, biarlah diri tak mengaku bersenandung, padahal ada cinta yang tak terhitung
_
jingga, jika kau tanya rinduku berwarna apa. seperti tak ada yang terbaca, layaknya cinta, yang tak terjemah dengan tinta seluas samudera
_
asa bisa terlukis tanpa sia-sia, menyesap intuisi tak berjelaga, diiring sebongkah tenaga, disisipi berhelai-helai doa
_
engkau tau ingatan tak seperti ikatan, tak bergeming walau waktu menelan, tak beranjak dari otak meski dunia tak lagi disiram derai hujan
_
ah, sudahi saja rindu berbisik, tanpa rajukan tanpa telisik, mengambil waktu barang sedetik, tergulung langit malam nan kian cantik
_
sejak senja itu terbaca, asing sudah rinduku pada cinta credit: @tyarpha
_
http://j.mp/k9zO2n
Tidak ada komentar:
Posting Komentar